Senin, 23 Februari 2015

Tipe-Tipe Prestasi Belaja

Tujuan pendidikan yang ingin dicapai, dapat dikategorikan ke dalam tiga bidang yakni : bidang kognitif, bidang afektif, dan bidang psikomotor. Ketiga-tiganya bukan berdiri sendiri, melainkan merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan bahkan membentuk hubungan yang hirarkis. Sebagai tujuan yang hendak dicapai, ketiga-tiganya harus nampak sebagai tujuan yang hendak dicapai. Ketiga-tiganya harus nampak sebagai prestasi belajar siswa di sekolah. Oleh sebab itu ketiga aspek tersebut harus dipandang sebagai prestasi belajar siswa dari proses pengajaran. Adapun tipe-tipe prestasi belajar tersebut seperti dikemukakan oleh AF. Tangyong meliputi : “Tipe prestasi belajar itu mencakup tiga bidang, yaitu tipe prestasi kognitif, tipe prestasi belajar afektif dan tipe prestasi belajar psikomotor”.12

Dari hasil pendapat tersebut dapat penulis uraikan satu persatu sebagai berikut :


a.      Tipe Prestasi Belajar Kognitif


Tipe prestasi belajar ini meliputi beberapa aspek sebagai berikut :


1)      Tipe prestasi belajar pengetahuan hafalan (knowledge)

Pengetahuan hafalan, sebagai terjemahan dari knowledge. Cakupan pengetahuan hafalan termasuk pula pengetahuan yang sifatnya faktual, disamping pengetahuan yang mengenai hal-hal yang perlu diingat kembali. Seperti: batasan, peristilahan, pasal, hukum, bab, ayat, rumus dan sebagainya. Dari sudut respon belajar siswa pengetahuan itu dihafal, diingat agar dapat dikuasai dengan baik. Ada beberapa cara untuk menguasai atau menghafal misalnya bicara berulang-ulang, menggunakan teknik mengingat (memo teknik). Hal ini dapat dilakukan dengan pembuatan ringkasan.


2)      Tipe prestasi belajar pemahaman (comprehention)

Tipe hasil belajar pemahaman lebih tinggi satu tingkat dari tipe prestasi belajar pengetahuan hafalan. Pemahaman memerlukan kemampuan menangkap makna atau arti dari sesuatu konsep, untuk itu maka diperlukan adanya hubungan atau pertautan antara konsep dengan makna yang ada dalam konsep yang dipelajari.

Ada tiga macam pemahaman yang berlaku umum: pertama, pemahaman terjemahan, yakni kesanggupan memahami sesuatu makna yang terkandung di dalamnya. Misalnya memahami kalimat dari bahasa yang satu ke bahasa yang lain, mengartikan lambang negara dan sebagainya. Kedua, pemahaman penafsiran, misalnya memahami grafik, menghubungkan dua konsep yang berbeda, membedakan yang pokok dan yang bukan pokok. Sedangkan yang ketiga adalah pemahaman bahasa tulis, makna yang tertulis, tersirat dan tersurat, dan memperluas wawasan.


            3).  Tipe prestasi belajar penerapan (Aplikasi)

Aplikasi adalah kesanggupan menerapkan dan mengabstraksi sesuatu konsep, ide, rumus, hukum dalam situasi yang baru. Misalnya memecahkan persoalan dengan menggunakan rumus tertentu, menerapkan suatu dalil atau hukum dalam suatu persoalan dan sebagainya.




4).  Tipe prestasi belajar analisis

Analisis adalah kesanggupan memecah, mengurai sesuatu integritas (kesatuan yang utuh), menjadi unsur-unsur atau bagian-bagian yang mempunyai arti. Analisis merupakan tipe prestasi belajar sebelumnya, yakni pengetahuan dan pemahaman aplikasi. Kemampuan menalar pada hakikatnya merupakan unsur analisis, yang dapat memberikan kemampuan pada siswa untuk mengkreasi sesuatu yang baru, seperti: memecahkan, menguraikan, membuat diagram, memisahkan, membuat garis dan sebagainya.



5).  Tipe prestasi belajar sintesis

Sintesis adalah tipe hasil belajar, yang menekankan pada unsur kesanggupan menguraikan sesuatu integritas menjadi bagian yang bermakna, pada sintesis adalah kesanggupan menyatukan unsur atau bagian menjadi satu integritas. Beberapa bentuk tingkah laku yang operasional biasanya tercermin dalam kata-kata: mengkategorikan, menggabungkan, menghimpun, menyusun, mencipta, merancang, mengkonstruksi, mengorganisasi kembali, merevisi, menyimpulkan, menghubungkan, mensistematisasi, dan lain-lain.




6).  Tipe prestasi belajar evaluasi

Evaluasi adalah kesanggupan memberikan keputusan tentang nilai sesuatu berdasarkan judment yang dimilikinya. Tipe hasil belajar ini dikategorikan paling tinggi dan terkandung semua tipe hasil belajar yang telah dijelaskan sebelumnya. Dalam tipe hasil hasil belajar evaluasi, tekanannya pada pertimbangan mengenai nilai, mengenai baik tidaknya, tepat tidaknya menggunakan kriteria tertentu. Dalam proses ini diperlukan kemampuan yang mendahuluinya, yakni pengetahuan, pemahaman aplikasi, analisis dan sintesis. Tingkah laku yang operasional dilukiskan pada kata-kata menilai, membandingkan, mengkritik, menyimpulkan, mendukung, memberikan pendapat dan lain-lain.




b.      Tipe Prestasi Belajar Afektif


Bidang afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya, bila orang yang bersangkutan telah menguasai bidang kognitif tingkat tinggi. Prestasi belajar bidang afektif kurang mendapat perhatian dari guru, dan biasanya dititik beratkan pada bidang kognitif semata-mata. Tipe prestasi belajar yang afektif tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku, seperti: atensi, perhatian terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru dan teman sekelas, kebiasaan belajar dan lain-lain. Ada beberapa tingkatan bidang afektif, sebagai tujuan prestasi belajar antara lain adalah sebagai berikut :


1.      Receiving/attending, yakni semacam kepekatan dalam menerima rangsangan (stimulus) dari luar yang datang di dalam diri siswa baik dalam bentuk masalah situasi gejala dan lain-lain. Dalam tipe ini termasuk kesadaran, keinginan yang ada dari luar.

2.      Responding atau jawaban, yakni reaksi yang diberikan kepada seseorang terhadap stimulasi yang datang dari luar. Dalam hal ini termasuk : ketetapan reaksi, perasaan, kepuasan dapat menjawab stimulasi yang berasal dari luar.

3.      Evaluing (penilaian), yakni berkenaan dengan nilai dan kepercayaan  terhadap gejala atau stimulasi tadi. Dalam evaluasi ini termasuk di dalamnya kesediaan menerima nilai, latar belakang atau pengambilan pengamalan untuk menerima nilai dan kesepakatan terhadap nilai yang diterimanya.

4.      Organisasi, yakni pengembangan nilai ke dalam satu sistem organisasi, termasuk menentukan hubungan satu nilai dengan nilai yang lain, kemantapan serta prioritas nilai yang dimilikinya. Yang termasuk dalam organisasi ini adalah konsep tentang nilai, organisasi dari pada sistem nilai.

5.      Karakteristik nilai atau internalisasi nilai, hal ini merupakan keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah laku.



c.       Tipe Prestasi Belajar Psikomotor

Prestasi belajar psikomotor tampak dalam bentuk keterampilan (skill), kemampuan bertindak individu (seseorang). Ada 6 tingkatan keterampilan yang antara lain adalah :


1)      Gerakan refleks (keterampilan pada gerakan yang tidak sadar).

2)      Keterampilan pada gerakan-gerakan dasar.

3)      Kemampuan konseptual, termasuk di dalamnya membedakan visual, membedakan auditif motorik dan lain-lain.

4)      Kemampuan di bidang fisik, misalnya kekuatan, keharmonisan dan   ketepatan.

5)      Gerakan-gerakan skill, hal ini mulai dari keterampilan sederhana sampai pada keterampilan yang sangat kompleks.

6)      Kemampuan yang berkenaan dengan non decursivo komunikasi, seperti gerakan interpretatif dan sebagainya.
sumber: http://makalahpendidikan-sudirman.blogspot.com/2012/01/1.html

FUNGSI DAN PERANAN PENDIDIKAN DALAM MASYARAKAT


PENGEMBANGAN MASYARAKAT MELALUI PENDIDIKAN SECARA SISTEMIK
 
Pendekatan sistemik terbadap pengembangan melalui pendidikan adalah pendekatan di mana masyarakat tradisional sebagai input dan pendidikan sebagai suatu lembaga pendidikan masyarakat sebagai pelaksana proses pengembangan dan masyarakat yang dicita-citakan sebagai outputnya yang dicita-citakan.
Menurut Ki Hajar Dewantoro ada tiga lingkungan pendidikan yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat.
Dari ketetapan MPR No. 1!/MPR/1988 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara kita mengetahui bahwa pendidikan itu merupakan tanggung jawab bersama antara orang tua, pemerintah dan masyarakat.
Dari dua penjelasan tersebut di atas maka bentuk pendidikan dibagi menjadi tiga bentuk yaitu pendidikan formal, pendidikan informal dan pendidikan non formal (Undang-Undang nomor 2/1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional).
Pelaksanaan ketiga bentuk pendidikan adalah lembaga pemerintah, lembaga keluarga, lembaga keagamaan dan lembaga pendidikan lain. Lembaga keluarga menyelenggarakan pendidikan informal, lembaga pemerintah, lembaga keagamaan, lembaga pendidikan yang lain menyelenggarakan pendidikan formal maupun pendidikan nonfonnal. Bentuk-bentuk pendidikan nonformal cukup banyak jenisnya, seperti berbagai macam kursus kcterampilan yang mempersiapkan tenaga terampil. Seperti kursus menjahit, kursus komputer, kursus montir, kursus bahasa-bahasa asing dan sebagainya. Bentuk pendidikan formal yang beçjalan ini terdiri dari empat jenjang yaitu SD, SLTP, SLTA dan Perguruan Tinggi. Menurut Undang Undang Nomor : 2/1989, tentang jenjang pendidikan dibagi menjadi tiga jenjang yaitu Pendidikan Dasar, Pendidikan Menengah dan Pendidikan Tinggi. Pendidikan Dasar terdiri dari Sekolah Dasar dan Sekolab Menengah Tingkat Pertama.
Proses pendidikan dari tiga bentuk pendidikan itu dipengaruhi oleh sistem politik dan ekonomi. (Muhammad Dimyati, 1988 p, 163). Dengan adanya bermacam-macam jenis politik dan bermacam-macam kondisi ekonomi maka arah proses pendidikan akan bermacam-macam untuk masing-masing bentuk pendidikan yang diselenggarakan oleh keluarga, pemerintah, lembaga keagamaan dan lembaga-lembaga non-agama.

PERANAN PENDIDIKAN DALAM MASYARAKAT

Sebagian besar masyarakat modern memandang lembaga-lembaga pendidikan sebagai peranan kunci dalam mencapai tujuan sosial Pemerintah bersama orang tua telah menyediakan anggaran pendidikan yang diperlukan sceara besar-besaran untuk kemajuan sosial dan pembangunan bangsa, untuk mempertahankan nilai-nilai tradisional yang berupa nilai-nilai luhur yang harus dilestarikan seperti rasa hormat kepada orang tua, kepada pemimpin kewajiban untuk mematuhi hukum-hukum dan norma-norma yang berlaku, jiwa patriotisme dan sebagainya. Pendidikan juga diharapkan untuk memupuk rasa takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, meningkatkan kemajuan-kemajuan dan pembangunan politik, ekonomi, sosial dan pertahanan keamanan. Pendek kata pendidikan dapat diharapkan untuk mengembangkan wawasan anak terhadap ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya dan pertahanan keamanan secara tepat dan benar, sehingga membawa kemajuan pada individu masyarakat dan negara untuk mencapai tujuan pembangunan nasional.

Berbicara tentang fungsi dan peranan pendidikan dalam masyarakat ada bermacam-macam pendapat, di bawah ini disajikan tiga pendapat tentang fungsi pendidikan dalam masyarakat.

Wuradji (1988) menyatakan bahwa pendidikan sebagai lembaga konservatif mempunyai fungsi-fungsi sebagai berikut: (1) Fungsi sosialisasi, (2) Fungsi kontrol sosial, (3) Fungsi pelestarian budaya Masyarakat, (4) Fungsi latihan dan pengembangan tenaga kerja, (5) Fungsi seleksi dan alokasi, (6) Fungsi pendidikan dan perubahan sosial, (7) Fungsi reproduksi budaya, (8) Fungsi difusi kultural, (9) Fungsi peningkatan sosial, dan (10) Fungsi modifikasi sosial. ( Wuradji, 1988, p. 31-42).

Jeane H. Ballantine (1983) menyatakan bahwa fungsi pendidikan dalam masyarakat itu sebagai berikut: (1) fungsi sosialisasi, (2) fungsi seleksi, latihan dan alokasi, (3) fungsi inovasi dan perubahan sosial, (4) fungsi pengembangan pribadi dan sosial (Jeanne H. Ballantine, 1983, p. 5-7).

Meta Spencer dan Alec Inkeles (1982) menyatakan bahwa fungsi pendidikan dalam masyarakat itu sebagai berikut: (1) memindahkan nilai-nilai budaya, (2) nilai-nilai pengajaran, (3) peningkatan mobilitas sosial, (4) fungsi stratifikasi, (5) latihan jabatan, (6) mengembangkan dan memantapkan hubungan hubungan sosial (7) membentuk semangat
kebangsaan, (8) pengasuh bayi.

Dari tiga pendapat tersebut di atas, tidak ada perbedaan tetapi saling melengkapi antara pendapat yang satu dengan pendapat yang lain.

1) Fungsi Sosialisasi.

Di dalam masyarakat pra industri, generasi baru belajar mengikuti pola perilaku generasi sebelumnya tidak melalui lembaga-lembaga sekolah seperti sekarang ini. Pada masyarakat pra industri tersebut anak belajar dengan jalan mengikuti atau melibatkan diri dalam aktivitas orang-orang yang telah lebih dewasa. Anak-anak mengamati apa yang mereka lakukan, kemudian menirunya dan anak-anak belajar dengan berbuat atau melakukan sesuatu sebagaimana dilakukan oleh orang-orang yang telah dewasa. Untuk keperluan tersebut anak-anak belajar bahasa atau simbol-simbol yang berlaku pada generasi tua, menyesuai kan diri dengan nilai-nilai yang berlaku, mengikuti pandangannya dan memperoleh keterampilan-keterampilan tertentu yang semuanya diperoleh lewat budaya masyarakatnya. Di dalam situasi seperti itu semua orang dewasa adalah guru, tempat di mana anak-anak meniru, mengikuti dan berbuat seperti apa yang dilakukan oleh orang-orang yang lebih dewasa. Mulai dari permulaan, anak-anak telah dibiasakan berbuat sebagaimana dilakukan oleh generasi yang lebih tua. Hal itu merupakan bagian dari perjuangan hidupnya. Segala sesuatu yang dipelajari adalah berguna dan berefek langsung bagi kehidupannya sehari-hari. Hal ini semua bisa terjadi oleh karena budaya yang berlaku di dalam masyarakat, di mana anak menjadi anggotanya, adalah bersifat stabil, tidak berubah dan waktu ke waktu, dan statis.

Dengan semakin majunya masyarakat, pola budaya menjadi lebih kompleks dan memiliki diferensiasi antara kelompok masyarakat yang satu dengan yang lain, antara yang dianut oleh individu yang satu dengan individu yang lain. Dengan perkataan lain masyarakat tersebut telah mengalami perubahan-perubahan sosial. Ketentuan-ketentuan untuk berubah ini sebagaimana telah disinggung di halaman-halaman situs web ini sebelumnya, mengakibatkan terjadinya setiap transmisi budaya dan satu generasi ke generasi berikutnya selalu menjumpai permasalahan-permasalahan. Di dalam suatu masyarakat sekolah telah melembaga demikian kuat, maka sekolah menjadi sangat diperlukan bagi upaya menciptakan/melahirkan nilai-nilai budaya baru (cultural reproduction).
 
Dengan berdasarkan pada proses reproduksi budaya tersebut, upaya mendidik anak-anak untuk mencintai dan menghormati tatanan lembaga sosial dan tradisi yang sudah mapan adalah menjadi tugas dari sekolah. Termasuk di dalam lembaga-lembaga sosial tersebut diantaranya adalah keluarga, lembaga keagamaan, lembaga pemerintahan dan lembaga-lembaga ekonomi. Di dalam permulaan masa-masa pendidikannya, merupakan masa yang sangat penting bagi pembentukan dan pengembangan pengadopsian nilai-nilai ini. Masa-rnasa pembentukan dan pembangunan upaya pengadopsian ini dilakukan sebelum anak-anak mampu memiliki kemampuan kritik dan evaluasi secara rasional.

Sekolah-sekolah menjanjikan kepada anak-anak gambaran tentang apa yang dicita-citakan oleh lembaga-lembaga sosialnya. Anak-anak didorong, dibimbing dan diarahkan untuk mengikuti pola-pola prilaku orang-orang dewasa melalui cara-cara ritual tertentu, melalui drama, tarian, nyanyian dan sebagainya, yang semuanya itu merupakan ujud nyata dari budaya masyarakat yang berlaku. Melalui cara-cara seperti itu anak. anak dibiasakan untuk berlaku sopan terhadap orang tua, hormat dan patuh terhadap norma-norma yang berlaku. Lembaga-lembaga agama mengajarkan bagaimana penganutnya berbakti kepada Tuhannya berdasarkan tata cara tertentu.

Lembaga-lembaga pemerintahan mengajarkan bagaimana anak kelak apabila telah menjadi warga negara penuh, memenuhi kewajiban-kewajiban negara, memiliki jiwa patriotik dan memiliki kesadaran berwarga negara. Semua ajaran dan pembiasaan tersebut pada permulaannya berlangsung melalui proses emosional, bukan proses kognitif.

Dalam proses belajar untuk mengikuti pola acuan bagi tatanan masyarakat yang telah mapan dan melembaga, anak-anak belajar untuk menyesuaikan dengan nilai-nilai tradisional di mana institusi tradisional tersebut dibangun. Keseluruhan proses di mana anak-anak belajar mengikuti pola-pola dan nilai-nilai budaya yang berlaku tersebut dinamakan proses sosialisasi. Proses sosialisasi tersebut harus beijalan dengan wajar dan mulus oleh karena kita semua mengetahui betapa pentingnya masa-masa permulaan proses sosialisasi. Orang tua dan keluarga berharap sekolah dapat melaksanakan proses sosialisasi tersebut dengan baik. Dalam lembaga-lembaga ini guru-guru di sekolah dipandang sebagai model dan dianggap dapat mengemban amanat orang tua (keluarga dan masyarakat) agar anak-anak- memahami dan kemudian mengadopsi nilai-nilai budaya masyarakatnya. Willard Waller dalam hubungan ini menganggap sekolah, terutama di daerah-daerah pedesaan sebagai museum yang menyimpan tentang nilai-nilai kebajikan (mnuseum of virture) (Pardius and Parelius, 1978; p. 24). Dengan anggapan tersebut, masyarakat menginginkan sekolah beserta staf pengajarnya harus mampu mengajarkan nilai-nilai kebajikan dari masyarakatnya (the old viture), atau keseluruhan nilai-nilai yang diyakini dan menjadi anutan dan pandangan masyarakatnya. Untuk memberikan pendidikan mengenai kedisiplinan, rasa hormat dan patuh kepada pemimpin, kemauan kerja keras, kehidupan bernegara dan kehidupan demokrasi, menghormati, nilai-nilai perjuangan bangsa, rasa keadilan dan persamaan, aturan-aturan hukum dan perundang-undangan dan sebagainya, kiranya lembaga utama yang paling berkompeten adalah lembaga pendidikan.

Sekolah mengemban tugas untuk melaksanakan upaya-upaya mengalihkan nilai-nilai budaya masyarakat dengan mengajarkan nilai-nilai yang menjadi way of life masyarakat dan bangsanya. Untuk memenuhi fungsi dan tugasnya tersebut sekolah menetapkan program dan kurikulum pendidikan, beserta metode dan tekniknya secara paedagogis, agar proses transmisi nilai-nilai tersebut berjalan lancar dan mulus.

Dalam hubungannya dengan transmisi nilai-nilai, terdapat beragam budaya antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain, dan antara negara yang satu dengan negara yang lain. Sebagai contoh sekolah-sekolah keguruan di Uni Soviet dan Amerika. Di Uni Soviet guru-guru harus mengajarkan rasa solidaritas dan rasa tanggung jawab untuk menyatu dengan kelompoknya dengan mengembangkan sistem kompetisi di antara mereka. Sementara di Amerika Serikat guru harus mengembangkan kemampuan untuk hidup mandiri dan kemampuan bersaing dengan melakukan upaya-upaya kompetisi penuh di antara siswa-siswa.

2) Fungsi kontrol sosial

Sekolah dalam menanamkan nilai-nilai dan loyalitas terhadap tatanan tradisional masyarakat harus juga berfungsi sebagai lembaga pelayanan sekolah untuk melakukan mekanisme kontrol sosial. Durheim menjelaskan bahwa petididikan moral dapat dipergunakan untuk menahan atau mengurangi sifat-sifat egoisme pada anak-anak menjadi pribadi yang merupakan bagian masyarakat yang integral di mana anak harus memiliki kesadaran dan tanggung jawab sosial. (Jeane H. Bellatine, 1983, p.8). Melalui pendidikan semacam ini individu mengadopsi nilai-nilai sosial dan melakukan interaksi nilai-niiai tersebut dalam kehidupannya sehari-hari Selanjutnya sebagai individu sebagai anggota masyarakat ia juga dituntut untuk memberi dukungan dan berusaha untuk mempertahankan tatanan sosial yang berlaku.

Sekolah sebagai lembaga yang berfungsi untuk mempertahankan dan mengembangkan tatanan-tatanan sosial serta kontrol sosial mempergunakan program-program asimilasi dan nilai-nilai subgrup beraneka ragam, ke dalam nilai-nilai yang dominan yang memiliki dan menjadi pola anutan bagi sebagiai masyarakat.

Sekolah berfungsi untuk mempersatukan nilai-nilai dan pandangan hidup etnik yang beraneka ragam menjadi satu pandangan yang dapat diterima seluruh etnik. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa sekolah berfungsi sebagai alat pemersatu dan segala aliran dan pandangan hidup yang dianut oleh para siswa. Sebagai contoh sekolah di Indonesia, sekolah harus menanamkan nilai-nilai Pancasila yang dianut oleh bangsa dan negara Indonesia kepada anak-anak di sekolah.

3) Fungsi pelestarian budaya masyarakat.

Sekolah di samping mempunyai tugas untuk mempersatu budaya-budaya etnik yang beraneka ragam juga harus melestanikan nilai-nilai budaya daerah yang masih layak dipertahankan seperti bahasa daerah, kesenian daerah, budi pekerti dan suatu upaya mendayagunakan sumber daya lokal bagi kepentingan sekolah dan sebagainya.

Fungsi sekolah berkaitan dengan konservasi nilai-nilai budaya daerah ini ada dua fungsi sekolah yaitu pertama sekolah digunakan sebagai salah satu lembaga masyarakat untuk mempertahankan nilai-nilai tradisional masyarakat dari suatu masyarakat pada suatu daerah tertentu umpama sekolah di Jawa Tengah, digunakan untuk mempertahankan nilai-nilai budaya Jawa Tengah, sekolah di Jawa Barat untuk mempertahankan nilai-nilai budaya Sunda, sekolah di Sumatera Barat untuk mempertahankan nilai-nilai budaya Minangkabau dan sebagainya dan kedua sekolah mempunyai tugas untuk mempertahankan nilai-nilai budaya bangsa dengan mempersatukan nilai-nilai yang ada yang beragam demi kepentingan nasional.

Untuk memenuhi dua tuntutan itu maka perlu disusun kurikulum yang baku yang berlaku untuk semua daerah dan kurikulum yang disesuaikan dengan kondisi dan nilai-nilai daerah tertentu.

Oleh karena itu sekolah harus menanamkan nilai-nilai yang dapat menjadikan anak itu menjadi yang mencintai daerahnya dan mencintai bangsa dan tanah airnya.

4) Fungsi seleksi, latihan dan pengembangan tenaga kerja.

Jika kita amati apa yang terjadi dalam masyarakat dalam rangka menyiapkan tenaga kerja untuk suatu jabatan tertentu, maka di sana akan terjadi tiga kegiatan yaitu kegiatan, latihan untuk suatu jabatan dan pengembangan tenaga kerja tertentu.

Proses seleksi ini terjadi di segala bidang baik mau masuk sekolah maupun mau masuk pada jabatan tertentu. Untuk masuk sekolah tertentu harus mengikuti ujian tertentu, untuk masuk suatu jabatan tertentu harus mengikuti testing kecakapan tertentu. Sebagai contoh untuk dapat masuk pada suatu sekolah menengah tertentu harus menyerahkan nllai EBTA Murni (NEM). Dan nilai NEM yang masuk dipilih nilai NEM yang tinggi dari nilai tertentu sampai nilai yang terendah. Jika bukan nilai yang menjadi persyaratan yang ketat tetapi biaya sekolah yang tak terjangkau untuk masuk sekolah tertentu. Oleh karena itu anak yang nilainya rendah dan ekonominya lemah tidak kebagian sekolah yang mutunya tinggi. Demikian pula untuk memangku jabatan pada pekerjaan tertentu, mereka yang diharuskan mengikuti seleksi dengan berbagai cara yang tujuannya untuk memperoleh tenaga kerja yang cakap dan terampil sesuai dengan jabatan yang akan dipangkunya.

Sekolah sebagai lembaga yang berfungsi untuk latihan dan pengembangan tenaga kerja mempunyai dua hal. Pertama sekolah digunakan untuk menyiapkan tenaga kera profesional dalam bidang spesialisasi tertentu. Untuk memenuhi ini berbagai bidang studi dibuka untuk menyiapkan tenaga ahli dan terampil dan berkemampuan yang tinggi dalam bidangnya. Kedua dapat digunakan untuk memotivasi para pekerja agar memiliki tanggung jawab terhadap kanier dan pekerjaan yang dipangkunya.

Sekolah mengajarkan bagaimanan menjadi seorang yang akan memangku jabatan tertentu, patuh terhadap pimpinan, rasa tanggung jawab akan tugas, disiplin mengerjakan tugas sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan. Sekolah juga mendidik agar seseorang dapat menghargai harkat dan martabat manusia, memperlakukan manusia sebagai manusia, dengan memperhatikan segala bakat yang dimilikinya demi keberhasilan dalam tugasnya.

Sekolah mempunyai fungsi pengajaran, latihan dan pendidikan. Fungsi pengajaran untuk menyiapkan tenaga yang cakap dalam bidang keahlian yang ditekuninya. Fungsi latihan untuk mendapatkan tenaga yang terampil sesuai dengan bidangnya, sedang fungsi pendidikan untuk menyiapkan seorang pribadi yang baik untuk menjadi seorang pekerja sesuai dengan bidangnya. Jadi fungsi pendidikan ini merupakan pengembangan pribadi sosial.

5) Fungsi pendidikan dan perubahan sosial.

Pendidikan mempunyai fungsi untuk mengadakan perubahan sosial mempunyai fungsi (1) melakukan reproduksi budaya, (2) difusi budaya, (3) mengembangkan analisis kultural terhadap kelembagaan-kelembagaan tradisional, (4) melakukan perubahan-perubahan atau modifikasi tingkat ekonomi sosial tradisional, dan (5) melakukan perubahan-perubahan yang lebih mendasar terhadap institusi-institusi tradisional yang telah ketinggalan.

Sekolah berfungsi sebagai reproduksi budaya menempatkan sekolah sebagai pusat penelitian dan pengembangan. Fungsi semacam ini merupakan fungsi pada perguruan tinggi. Pada sekolah-sekolah yang lebih rendah, fungsi ini tidak setinggi pada tingkat pendidikan tinggi.

Pada masa-masa proses industrialisasi dan modernisasi pendidikan telah mengajarkan nilai-nilai serta kebiasaan-kebiasaan baru, seperti orientasi ekonomi, orientasi kemandirian, mekanisme kompetisi sehat, sikap kerja keras, kesadaran akan kehidupan keluarga kecil, di mana nilai-nilai tersebut semuanya sangat diperlukan bagi pembangunan ekonomi sosial suatu bangsa. Usaha-usaha sekolah untuk mengajarkan sistem nilai dan perspektif ilmiah dan rasional sebagai lawan dan nilai-nilai dan pandangan hidup lama, pasrah dan menyerah pada nasib, ketiadaan keberanian menanggung resiko, semua itu telah diajarkan oleh sekolah sekolah sejak proses modernisasi dari perubahan sosial Dengan menggunakan cara-cara berpikir ilmiah, cara-cara analisis dan pertimbangan-pertimbangan rasional serta kemampuan evaluasi yang kritis orang akan cenderung berpikir objektif dan lebih berhasil dalam menguasai alam sekitarnya.

Lembaga-lembaga pendidikan disamping berfungsi sebagai penghasil nilai-nilai budaya baru juga berfungsi penghasil nilai-nilai budaya baru juga berfungsi sebagai difusi budaya (cultural diffission). Kebijaksanaan-kebijaksanaan sosial yang kemudian diambil tentu berdasarkan pada hasil budaya dan difusi budaya. Sekolah-sekolah tersebut bukan hanya menyebarkan penemuan-penemuan dan informasi-informasi baru tetapi juga menanamkan sikap-sikap, nilai-nilai dan pandangan hidup baru yang semuanya itu dapat memberikan kemudahan-kemudahan serta memberikan dorongan bagi terjadinya perubahan sosial yang berkelanjutan.

Fungsi pendidikan dalam perubahan sosial dalam rangka meningkatkan kemampuan analisis kritis berperan untuk menanamkan keyakinan-keyakinan dan nilai-nilai baru tentang cara berpikir manusia. Pendidikan dalam era abad modern telah berhasil menciptakan generasi baru dengan daya kreasi dan kemampuan berpikir kritis, sikap tidak mudah menyerah pada situasi yang ada dan diganti dengan sikap yang tanggap terhadap perubahan. Cara-cara berpikir dan sikap-sikap tersebut akan melepaskan diri dari ketergantungan dan kebiasaan berlindung pada orang lain, terutama pada mereka yang berkuasa. Pendidikan ini terutama diarahkan untuk mempenoleh kemerdekaan politik, sosial dan ekonomi, seperti yang diajukan oleh Paulo Friere. Dalam banyak negara terutama negara-negara yang sudah maju, pendidikan orang dewasa telah dikembangkan sedemikian rupa sehingga masalah kemampuan kritis ini telah berlangsung dengan sangat intensif. Pendidikan semacam itu telah berhasil membuka mata masyarakat terutama didaerah pedesaan dalam penerapan teknologi maju dan penyebaran penemuan baru lainnya.

Pengaruh dan upaya pengembangan berpikir kritis dapat memberikan modifikasi (perubahan) hierarki sosial ekonomi. Oleh karena itu pengembangan berpikir knitis bukan saja efektif dalam pengembangan pnibadi seperti sikap berpikir kritis, juga berpengaruh terhadap penghargaan masyarakat akan nilai-nilai manusiawi, perjuangan ke arah persamaan hak-hak baik politik, sosial maupun ekonomi. Bila dalam masyarakat tradisional lembaga-lembaga ekonomi dan sosial didominasi oleh kaum bangsawan dan golongan elite yang berkuasa, maka dengan semakin pesatnya proses modernisasi tatanan-tatanan sosial ekonomi dan politik tersebut diatur dengan pertimbangan dan penalaran-penalaran yang rasional. Oleh karena itu timbullah lembaga-lembaga ekonomi, sosial dan politik yang berasaskan keadilan, pemerataan dan persamaan. Adanya strata sosial dapat terjadi sepanjang diperoleh melalui cara-cara objektif dan keterbukaan, misalnya dalam bentuk mobilitas vertikal yang kompetitif.

6) Fungsi Sekolah dalam Masyarakat

DI muka telah dibicarakan tentang adanya tiga bentuk pendidikan yaitu pendidikan formal, pendidikan informal dan pendidikan nonformal. Pendidikan formal disebut juga sekolah. Oleh karena itu sekolah bukan satu-satunya lembaga yang menyelenggarakan pendidikan tetapi masih ada lembaga-lembaga lain yang juga menyelenggarakan pendidikan. Sekolah sebagai penyelenggara pendidikan mempunyai dua fungsi yaitu (1) sebagai partner masyarakat dan (2) sebagai penghasil tenaga kerja. Sekolah sebagai partner masyarakat akan dipengaruhi oleh corak pengalaman seseorang di dalam lingkungan masyarakat. Pengalarnan pada berbagai kelompok masyarakat, jenis bacaan, tontonan serta aktivitas-aktivitas lainnya dalam masyarakat dapat mempengaruhi fungsi pendidikan yang dimainkan oleh sekolah. Sekolah juga berkepentingan terhadap perubahan lingkungan seseorang di dalam masyarakat. Perubahan lingkungan itu antara lain dapat dilakukan melalui fungsi layanan bimbingan, penyediaan forum komunikasi antara sekolah dengan lembaga sosial lain dalam masyarakat. Sebaliknya partisipasi sadar seseorang untuk selalu belajar dari lingkungan masyarakat, sedikit banyak juga dipengaruhi oleh tugas-tugas belajar serta pengarahan belajar yang dilaksanakan di sekolah.

Fungsi sekolah sebagai partner masyarakat akan dipengaruhi pula oleh sedikit banyaknya serta fungsional tidaknya pendayagunaan sumber-sumber belajar di masyarakat. Kekayaan sumber belajar dalam masyarakat seperti adanya orang-orang sumber, perpustakaan, museum, surat kabar, majalah dan sebagainya dapat digunakan oleh sekolah dalam menunaikan fungsi pendidikan.

Sebagai produser kebutuhan pendidikan masyarakat sekolah dan masyarakat memiliki ikatan hubungan rasional di antara keduanya. Pertama, adanya kesesuaian antara fungsi pendidikan yang dimainkan oleh sekolah dengan apa yang dibutuhkan masyarakat. Kedua, ketepatan sasaran atau target pendidikan yang ditangani oleh lembaga persekolahan akan ditentukan pula o!eh kejelasan perumusan kontrak antara sekolah selaku pelayan dengan masyarakat selaku pemesan. Ketiga, keberhasilan penunaian fungsi sekolah sebagai layanan pesanan masyarakat sebagian akan dipengaruhi oleh ikatan objektif di antara keduanya.

Ikatan objektif ini dapat berupa perhatian, penghargaan dan tunjangan tertentu seperti dana, fasilitas dan jaminan objektif lainnya yang memberikan makna penting eksistensi dan produk sekolahan.
 
sumber :http://pakguruonline.pendidikan.net/buku_tua_pakguru_dasar_kpdd_152.html

manfaat pendidikan

 
Saat ini pendidikan memang sudah menjadi sesuatu yang signifikan bagi orang tua, baik pendidikan dasar, menengah, maupun pendidikan tingkat tinggi. Tak terkecuali pendidikan usia dini. Jika sebelumnya telah diposting mengenai pengenalan dan pentingnya Pendidikan Anak Usia Dini, kini selanjutnya akan dibahas mengenai manfaat pendidikan usia dini.

Pendidikan anak usia dini atau yang lebih sering disingkat menjadi PAUD, memang sedang populer belakangan ini. Banyak orangtua mengikutsertakan anak-anaknya dalam sekolah PAUD.

Banyak juga alasan para orangtua mengajak anaknya untuk bergabung dalam PAUD. Mereka banyak melihat berbagai manfaat yang diberikan PAUD terhadap anaknya. Berikut adalah beberapa manfaat yang akan didapatkan oleh anak dan orangtua terutama pada perkembangan anak;

  1. Manfaat pertama dari PAUD ini adalah sangat bermanfaat bagi perkembangan fisik anak. Perkembangan fisik atau yang sering disebut sebagai perkembangan motorik ini akan melatih anak agar dapat melakukan berbagai gerakan. Gerakan-gerakan ini lah yang nantinya akan dikontrol oleh otak anak.
  2. Manfaat kedua dengan diberikannya PAUD pada anak adalah bermanfaat bagi perkembangan emosi anak. Anak akan mudah memperlihatkan rasa sayang kepada orang lain, seperti teman, orangtua, guru, dan orang terdekat lainnya. Di PAUD ini anak akan bergabung dengan teman-temannya yang lain dan belajar untuk berbagi rasa kepada anak-anak lainnya ketika belajar bersama atau bermain bersama. Terkadang sering kita temukan anak-anak menangis karena berebut mainan dengan anak lainnya, hal ini merupakan hal yang wajar karena mereka baru belajar untuk mengembangkan emosinya.
  3. Manfaat ketiga dari PAUD ini adalah dapat mengembangkan ranah kognitif anak dalam jenjang pendidikan tersebut. Ranah kognitif ini merupakan kemampuan anak dalam menerima suatu hal. Anak bisa mulai memahami informasi serta mengenal informasi dalam bentuk bahasa, lisan, mau pun isyarat. Dengan belajar menangkap informasi sejak dini, anak juga akan terlatih untuk memahami informasi pada waktu tumbuh besar nanti.
  4. Manfaat keempat, PAUD sangat bermanfaat bagi anak terutama pada perkembangan sosialnya. Anak akan belajar berinteraksi dengan anak-anak lain ketika bermain dan belajar bersama. Interaksi dan komunikasi ini sangat lah penting untuk perkembangan anak. Hal ini dikarenakan anak akan tumbuh dengan anak-anak lain juga ketika bersekolah di jenjang yang lebih tinggi.
  5. Manfaat kelima, PAUD dapat memberikan dampak baik karena anak akan semakin kreatif dalam perkembangannya. Anak akan mulai belajar untuk menciptakan sesuatu. Di sinilah peran guru-guru di PAUD sangat besar. Guru biasanya akan mengajarkan kepada anak untuk berkreasi dan menunjukkan bakat anak-anak sejak dini.
sumber:  http://www.maswins.com/2013/10/manfaat-pendidikan-anak-usia-dini.html

Mendidik Anak Kerjasama Orangtua dan Guru





      Mendidik anak memang susah susah gampang. Pendidikan sangat penting bagi anak, baik di sekolah maupun di rumah. Guru, sebagai orang yang bersama dengan anak selama di sekolah membutuhkan kerjasama dari Anda selaku orangtua dari anak didiknya. Anda bisa mengetahui apa yang terjadi pada anak di sekolah dan sang guru pun dapat mengetahui bagaimana anak ketika berada di rumah. Dengan adanya saling pengertian dan kerjasama antara orangtua dan guru, maka pendidikan anak pun akan berlangsung dengan baik. Lalu apa saja yang perlu Anda lakukan sebagai orangtua untuk membantu tugas guru sekaligus menunjang kesuksesan anak?
Berkomunikasi
Sebagai orang yang sama-sama mendidik anak, guru pun membutuhkan bantuan untuk memahami anak. Tentu saja sumber yang paling baik adalah Anda sendiri selaku orangtuanya. Berkomunikasilah dengan guru sang anak agar Anda berdua lebih mengenal dan tidak merasa asing satu sama lain. Dengan adanya hubungan yang baik antara orangtua murid dan guru, maka guru pun akan mudah saat harus menyampaikan sesuatu yang pribadi mengenai anak Anda di sekolah. Sebaliknya Anda juga tidak akan canggung untuk memberitahu gurunya tentang hal-hal yang perlu diketahui olehnya mengenai anak Anda.
Belajar di rumah
Banyak orangtua yang menanamkan pikiran bahwa tempat belajar mendidik anak hanya di sekolah saja dan membiarkan anaknya bermain terus saat di rumah, padahal itu bisa jadi menyesatkan. Karena pandangan tersebutlah, anak-anak akhirnya menganggap sekolah sebagai beban dan merasa tertekan saat harus belajar. Untuk itu, sebaiknya Anda sebagai orangtua mau menyisihkan waktu untuk menemani anak belajar di rumah, baik membantunya mengerjakan pekerjaan rumah maupun sekedar mengulang apa saja yang telah ia dapatkan di sekolah pada hari tersebut. Ciptakan suasana yang nyaman agar anak senang saat belajar dan bersemangat saat tiba waktunya untuk pergi ke sekolah.
Tidak ada yang sempurna
Di samping orangtua yang membebaskan anaknya untuk bermain saat di rumah tanpa belajar, ada juga orangtua yang terlalu menuntut anaknya untuk sempurna dengan menyuruhnya terus belajar agar menjadi yang terbaik di sekolah. Hal ini juga kurang baik karena anak pun membutuhkan rekreasi agar otaknya tidak hanya dipenuhi oleh hal-hal yang membuat stres. Jangan khawatir bila anak membuat kesalahan saat di sekolah, karena dengan kesalahan tersebut Anda bisa tahu apa kelemahannya dan dapat mencari cara untuk memperbaikinya. Sebuah kesalahan juga akan menjadi pelajaran tersendiri bagi anak Anda, juga membantu untuk mendewasakannya.
Hargai guru
Mungkin selama ini Anda menganggap tugas guru yang mendidik anak Anda sangat mudah, hanya duduk saja mengawasi murid-muridnya menulis atau menyuruh para murid mengerjakan tugas tertentu. Padahal di balik itu, para guru bekerja keras mempersiapkan bahan yang akan diajarkan pada para murid sesuai silabus yang ditentukan, merancang latihan-latihan untuk menajamkan pengetahuan anak didiknya, mencari cara agar murid-murid dapat menangkap dan memahami apa yang diajarkannya, merancang kegiatan khusus yang dapat menunjang penyampaian materi, serta hal-hal lainnya. Semua itu dilakukan hanya agar anak didiknya sukses dalam kehidupannya kelak.
Mendidik anak disiplin
Seorang anak lebih banyak menghabiskan waktu di rumah daripada di sekolah, maka dari itu kepribadian seorang anak juga lebih dominan terbentuk saat di rumah, melalui orangtua maupun lingkungan terdekatnya. Para guru juga berharap orangtua dapat mendidik anak-anaknya agar lebih disiplin dan terorganisir agar lebih mudah diatur di sekolah, sehingga guru pun akan lebih fokus terhadap tugas mendidik anak didik mereka. Namun kenyataannya justru banyak orangtua lepas tangan untuk mendidik anaknya dan menyerahkannya pada sekolah, dengan harapan anak-anak mereka akan menjadi orang yang disiplin saat pulang ke rumah. Padahal seharusnya baik orangtua maupun pihak sekolah sama-sama mendidik sesuai kapasitasnya masing-masing, serta saling menunjang satu sama lain agar sang anak mendapatkan bekal yang komplit bagi masa depannya kelak.

http://melindahospital.com/modul/user/detail_artikel.php?id=1208_Mendidik-Anak:-Kerjasama-Orangtua-dan-Guru

MACAM-MACAM PENDIDIKAN


Pendidikan umum
Pendidikan umum merupakan pendidikan dasar dan menengah yang mengutamakan perluasan pengetahuan yang diperlukan oleh peserta didik untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Bentuknya: Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA).

Pendidikan kejuruan
Pendidikan kejuruan merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu. Bentuk satuan pendidikannya adalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).jenis ini termasuk ke dalam pendidikan formal.

Pendidikan akademik
Pendidikan akademik merupakan pendidikan tinggi program sarjana dan pascasarjana yang diarahkan terutama pada penguasaan disiplin ilmu pengetahuan tertentu.

Pendidikan profesi
Pendidikan profesi merupakan pendidikan tinggi setelah program sarjana yang mempersiapkan peserta didik untuk memasuki suatu profesi atau menjadi seorang profesional.

Salah satu yang dikembangkan dalam pendidikan tinggi dalam keprofesian adalah yang disebut program diploma, mulai dari D1 sampai dengan D4 dengan berbagai konsentrasi bidang ilmu keahlian. Konsentrasi pendidikan profesi dimana para mahasiswa lebih diarahkan kepada minat menguasai keahlian tertentu. Dalam bidang keahlian dan keprofesian khususnya Desain Komunikasi Visual terdapat jurusan seperti Desain Grafis untuk D4 dan Desain Multimedia untuk D3 dan Desain Periklanan (D3). Dalam proses belajar mengajar dalam pendidikan keprofesian akan berbeda dengan jalur kesarjanaan (S1) pada setiap bidang studi tersebut.

Pendidikan vokasi
Pendidikan vokasi merupakan pendidikan tinggi yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan keahlian terapan tertentu maksimal dalam jenjang diploma 4 setara dengan program sarjana (strata 1).

Pendidikan keagamaan
Pendidikan keagamaan merupakan pendidikan dasar, menengah, dan tinggi yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan dan pengalaman terhadap ajaran agama dan /atau menjadi ahli ilmu agama.

Pendidikan khusus
Pendidikan khusus merupakan penyelenggaraan pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif (bergabung dengan sekolah biasa) atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah (dalam bentuk Sekolah Luar Biasa/SLB). 

Unsur-unsur Pendidikan 
  1. Input, Sasaran pendidikan, yaitu : individu, kelompok, masyarakat 
  2. Pendidik, Yaitu pelaku pendidikan 
  3. Proses,Yaitu upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain 
  4. Output, Yaitu melakukan apa yang diharapkan / perilaku (Soekidjo Notoatmodjo. 2003 : 16) 
Tujuan pendidikan   
  1. Menanamkan pengetahuan / pengertian, pendapat dan konsep-konsep
  2. Mengubah sikap dan persepsi  
  3. Menanamkan tingkah laku / kebiasaan yang baru  (Soekidjo Notoatmodjo. 2003 : 68)
Jalur Pendidikan 
Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003, jalur pendidikan dibagi menjadi: 
  • Jalur Formal 
  1. Pendidikan Dasar, Pendidikan dasar berbentuk  Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) atau bentuk lain yang sederajat 
  2. Pendidikan Menengah, Pendidikan menengah terdiri  atas pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah jurusan, seperti : SMA, MA, SMK, MAK atau bentuk lain yang sederajat 
  3. Pendidikan Tinggi,Pendidikan tinggi dapat berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut dan universitas
  • Jalur Nonformal  
  • Jalur Informal 
Faktor Yang Mempengaruhi Pendidikan 
Faktor yang mempengaruhi pendidikan menurut Hasbullah (2001) adalah sebagai
berikut :

1.  Ideologi 
Semua manusia dilahirkan ke dunia mempunyai hak yang sama khususnya hak untuk mendapatkan pendidikan dan peningkatan pengetahuan dan pendidikan.

2.  Sosial Ekonomi 
Semakin tinggi tingkat sosial ekonomi memungkinkan seseorang mencapai tingkat pendidikan yang lebih tinggi. 

3.  Sosial Budaya 
Masih banyak orang tua yang kurang menyadari akan pentingnya pendidikan formal bagi anak-anaknya.

4.  Perkembangan IPTEK 
Perkembangan IPTEK menuntut untuk selalu memperbaharui pengetahuan dan keterampilan agar tidak kalah dengan negara maju. 

5.  Psikologi 
Konseptual pendidikan merupakan alat untuk mengembangkan kepribadian individu agar lebih bernilai.

sumber : http://blogilmupendidikan.blogspot.com/2013/01/macam-macam-pendidikan.html

18 Nilai dalam Pendidikan Karakter Bangsa


Pendidikan Karakter
Ada 18 nilai-nilai dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa yang dibuat oleh Diknas.  Mulai tahun ajaran 2011, seluruh tingkat pendidikan di Indonesia harus menyisipkan pendidikan berkarakter tersebut dalam proses pendidikannya. 18 nilai-nilai dalam pendidikan karakter menurut Diknas adalah:         
 1. Religius
Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.                                                

2. Jujur
Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.  

3. Toleransi
Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.  

4. Disiplin
Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.

 5. Kerja Keras
Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.

 6. Kreatif
Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki

.7. Mandiri
Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.  

8. Demokratis
Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.  

9. Rasa Ingin Tahu
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.  

10. Semangat Kebangsaan
Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.

 11. Cinta Tanah Air
Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.

 12. Menghargai Prestasi
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.

 13. Bersahabat/Komunikatif
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain. 

 14. Cinta Damai
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.

 15. Gemar Membaca
Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya. 

16. Peduli Lingkungan
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.

 17. Peduli Sosial
Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.

 18. Tanggung Jawab
Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.
 



sumber:http://rumahinspirasi.com/18-nilai-dalam-pendidikan-karakter-bangsa/

Macam-Macam Metode Pendidikan Islam

Terdapat macam-macam metode pendidikan Islam. Seorang guru atau pendidik agar berhasil dalam aktifitas kependidikannya harus dapat memilih dan menggunakan metode pendidikan secara tepat. Dalam memilih metode  pendidikan ini ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan. Antara lain faktor tujuan dari masing-masing materi pendidikan yang disajikan dan faktor kesiapan dan kematangan pendidik dalam menggunakan materi tersebut. Oleh karena itu, seorang pendidik dituntut juga untuk mempelajari metode- metode pendidikan yang ada, dan pandai memilih serta menggunakannya dengan tepat.
Dengan mempelajari al-Qur’an dan al-Hadis serta pendapat para ulama, kita dapat menerapkan beberapa metode pendidikan Islam, antara lain: metode suri teladan, metode kisah-kisah, metode Pendidikan nasihat, metode perumpamaan, metode ganjaran dan hukuman, dan metode pembiasaan. 
Agar sedikit lebih jelas, masing-masing metode ini akan dijelaskan satu persatu secara sederhana:
Metode Suri Teladan
Keteladanan dalam pendidikan adalah metode influentif yang paling meyakinkan keberhasilannya dalam mempersiapkan dan membentuk anak  di dalam moral, spiritual, dan social. Hal ini, karena pendidik adalah contoh terbaik dalam pandangan anak yang akan ditirunya dalam tindak tanduknya, dan tata santunnya, disadari atau tidak, bahkan tercetak dalam jiwa dan perasaan suatu gambaran pendidik tersebut, baik dalam ucapan atau perbuatan, baik materiil atau spiritual, diketahui atau tidak diketahui.
Kata teladan dalam al-Qur’an diproyeksikan dengan kata uswah yang kemudian diberi sifat dibelakangnya seperti h}asanah yang berarti baik. Sehingga terdapat ungkapan uswatun hasanah yang artinya teladan yang baik. Kata-kata uswah dalam al-Qur’an diulang sebanyak enam kali dengan mengambil sampel pada diri Nabi, yaitu Nabi Muhammad Saw., Nabi Ibrahim, dan kaum yang beriman teguh kepada Allah. Ayat 21 surat al-Ahza>b, sering diangkat sebagai bukti adanya metode  keteladanan dalam al- Qur’an.
Teladan yang baik adalah menyelaraskan perkataan dan perbuatan dalam satu kesatuan yang tak terpisahkan. Seorang ayah tidak hanya tidak cukup hanya memiliki wawasan keislaman yang bagus untuk mengarahkan anak-anaknya. Orang tua juga tidak bisa hanya sekedar memerintahkan anak-anaknya untu merealisasikan apa yang telah diperintahkan kepada mereka.
Dalam praktik pendidikan dan pengajaran, metode ini dilaksanakan dalam dua cara, yaitu cara langsung (direct) dan tidak langsung (indirect). Secara langsung maksudnya bahwa pendidik itu sendiri harus benar-benar menjadikan dirinya sebagai contoh teladan yang baik terhadap anak. Sedangkan secara tidak langsung dimaksudkan melalui cerita dan riwayat para nabi, kisah-kisah orang besar, pahlawan dan syuhada. Melalui kisah dan riwayat ini diharapkan anak akan menjadikan tokoh-tokoh ini sebagai figure.
Metode kisah-kisah
Dalam pendidikan Islam, kisah mempunyai fungsi edukatif yang tidak dapat diganti dengan bentuk penyampaian lain dari bahasa. Muh}ammad Qut}b sebagaimana dikutip oleh Abudin Nata mengemukakan bahwa kisah atau cerita sebagai suatu metode pendidikan mempunyai daya tarik yang menyentuh perasaan. Islam menyadari sifat alamiyah manusia untuk menyenangi cerita itu, dan menyadari pengaruhnya yang besar terhadap perasaan. Oleh karena itu, Islam mengekploitasi cerita itu untuk dijadikan salah satu teknik pendidikan. Untuk maksud dan tujuan tersebut, al-Qur’an mengungkapkan kata-kata qasas sebanyak 44 kali.
Metode kisah-kisah ialah pendidik mengajar anak untuk merenungkan dan memikirkan kejadian-kejadian yang ada melalui kisah-kisah dan peristiwa yang terjadi pada masa lalu. Al-Qur’an datang dengan membawa cerita-cerita kependidikan yang sangat berguna untuk pembinaan akhlak dan ruhani manusia.  Allah berfirman: “Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik dengan mewahyukan Al Quran ini kepadamu,” (QS. Yusuf: 3) . “Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal.” (QS. Yusuf:111) 
Diantara contoh-contoh kisah dalam al-Qur’an adalah kisah dua orang anak Nabi Adam, yaitu Qabil dan Habil yang terdapat dalam surat al-Maidah. Kisah tersebut menggambarkan sifat hasud dan dengki yang dipunyai Qabil terhadap saudaranya Habil. Disamping itu juga rasa kasih sayang atau toleransi yang dimiliki Habil. Kisah ini diakhiri dengan gambaran betapa rendahnya dan hinanya orang yang yang memiliki sifat hasud sehingga ia benar- benar malu kepada burung gagak.
Metode Pendidikan nasihat
Didalam jiwa terdapat pembawaan untuk terpengaruh oleh kata-kata yang didengar. Pembawan itu biasanya tidak tetap, dan oleh karena itu, kata-kata itu harus diulang-ulangi. Nasihat  yang berpengaruh, membuka jalannya ke dalam jiwa secara langsung melalui perasaan.
Al-Qur’an mengungkapkan kalimat-kalimat yang menyentuh hati untuk mengarahkan manusia kepada ide yang dikehendakinya. Inilah yang kemudian dikenal senagai nasi>h}ah. Tatapi nasihat yang disampaikan ini selalu disertai denga panutan atau teladan dari si pemberi atau penyampai nasihat itu. Hal ini, menunjukan bahwa antara satu metode yakni nasihat dengan metode lain yang dalam hal ini adalah teladan bersifat saling melengkapi.
Menurut Asnelly Ilyas materi pokok yang mesti terkandung dalam nasihat ada tiga, yaitu:
  1. Tentang peringatan kebaikan atau kebenaran yang harus dilakukan seseorang. 
  2. Motivasi atau dorongan untuk beramal dan menunjukan ke arah akhirat. 
  3. Tentang peringatan adanya kemadaratan yang harus dihindarkan, baik yang menimpa dirinya maupun orang lain.
Metode Perumpamaan
Pendidikan perumpamaan dilakukan dengan menyamakan sesuatu dengan sesuatu yang lain yang kebaikan dan keburukannya telah diketahui secara umum, seperti menyerupakan orang-orang musyrik yang menjadikan pelindung selain Allah dengan laba-laba yang membuat rumahnya. Allah berfirman: “Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung- pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. dan Sesungguhnya rumah yang paling lemah adalah rumah laba-laba kalau mereka mengetahui” (QS. al-‘Ankabut: 41).
Tujuan pedagogis yang paling penting yang dapat ditarik dari perumpamaan adalah:
  1. Mendekatkan makna pada pemahaman. 
  2. Merangsang kesan dan pesan yang berkaitan dengan makna yang tersirat dalam perumpamaan tersebut.
  3. Mendidik akal supaya berpikir benar dan menggunakan kias yang logis dan sehat. 
  4. Menggerakkan perasaan yang menggugah kehendak dan mendorongnya untuk melakukan amal yang baik dan menjauhi kemungkaran.
Metode Ganjaran dan Hukuman
Maksud metode ganjaran dan hukuman adalah, metode yang dilakukan dengan memberi ganjaran pada peserta didik yang berprestasi dan hukuman bagi mereka yang melanggar dan lemah. Metode ganjaran dapat diberikan kepada peserta didik dengan syarat bahwa hadiah yang diberikan terdapat relevansi dengan kebutuhan pendidikan. Demikian juga hukuman yang diberikan harus mengandung makna edukatif.
Metode Pembiasaan
Kebiasan timbul dari pengulangan. Bila, misalnya, guru setiap masuk kelas mengucapkan salam, itu dapat diartikan sebagai suatu usaha untuk membiasakan penyebaran salam dan sekaligus sebagai contoh bagi semua siswanya. Bila sebaliknya, ada siswa yang masuk kelas tanpa mengucapkan salam, maka gurunya harus mengingatkannya tentang perlunya membiasakan diri mengucapkan salam.    
Dalam pembinaan sikap, metode pembiasaan sangat efektif. Anak-anak yang oleh orang tuanya dibiasakan bangun pagi, misalnya, akan menjadikan bangun pagi itu sebagai suatu kebiasaan hidupnya, sehingga pekerjaan tersebut tidak lagi memberatkan dirinya dan tidak dipandang sebagai suatu kewajiban lagi tetapi hanya sebagai kebiasaan. Rasa berat, enggan atau marasa terpaksa melakukan suatu perbuatan pada intinya disebabkan belum terbiasa melakukannya. Sebaliknya, kemudahan yang dirasakan orang dalam melakukan suatu perbuatan disebabkan oleh kebiasaan orang tersebut di dalam melakukannya. Dari sini timbul peribahasa: “Tuhan bisa karena kuasa dan manusia bisa karena terbiasa.”
Pembiasaan tidak hanya penting bagi anak-anak tetapi juga bagi orang dewasa. Namun demikian, para ahli psikologi sepakat bahwa pembiasaan sejak dini, baik dalam bidang menguasai keahlian praktis maupun memahami konsep-konsep teoritis, akan lebih besar pengaruhnya daripada pembiasaan sudah dewasa. Peribahasa mengatakan: “Belajar di waktu kecil bagaikan mengukir di atas batu, sedangkan belajar setelah dewasa bagaikan mengukir di atas air.” Perlu ditekankan sekali lagi bahwa kebiasaan timbul dari pengulangan. Karena itu, pembiasaan sejak dini tingkat pengulangannya akan jauh lebih sering daripada sesudah dewasa.
sumber:http://www.psychologymania.com/2013/06/macam-macam-metode-pendidikan-islam.html