PENGEMBANGAN
MASYARAKAT MELALUI PENDIDIKAN SECARA SISTEMIK
Pendekatan
sistemik terbadap pengembangan melalui pendidikan adalah pendekatan di
mana masyarakat tradisional sebagai input dan pendidikan sebagai suatu
lembaga pendidikan masyarakat sebagai pelaksana proses pengembangan dan
masyarakat yang dicita-citakan sebagai outputnya yang dicita-citakan.
Menurut
Ki Hajar Dewantoro ada tiga lingkungan pendidikan yaitu lingkungan
keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat.
Dari
ketetapan MPR No. 1!/MPR/1988 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara kita
mengetahui bahwa pendidikan itu merupakan tanggung jawab bersama antara
orang tua, pemerintah dan masyarakat.
Dari
dua penjelasan tersebut di atas maka bentuk pendidikan dibagi menjadi tiga
bentuk yaitu pendidikan formal, pendidikan informal dan pendidikan non
formal (Undang-Undang nomor 2/1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional).
Pelaksanaan
ketiga bentuk pendidikan adalah lembaga pemerintah, lembaga keluarga,
lembaga keagamaan dan lembaga pendidikan lain. Lembaga keluarga
menyelenggarakan pendidikan informal, lembaga pemerintah, lembaga
keagamaan, lembaga pendidikan yang lain menyelenggarakan pendidikan formal
maupun pendidikan nonfonnal. Bentuk-bentuk pendidikan nonformal cukup
banyak jenisnya, seperti berbagai macam kursus kcterampilan yang
mempersiapkan tenaga terampil. Seperti kursus menjahit, kursus komputer,
kursus montir, kursus bahasa-bahasa asing dan sebagainya. Bentuk
pendidikan formal yang beçjalan ini terdiri dari empat jenjang yaitu SD,
SLTP, SLTA dan Perguruan Tinggi. Menurut Undang Undang Nomor : 2/1989,
tentang jenjang pendidikan dibagi menjadi tiga jenjang yaitu Pendidikan
Dasar, Pendidikan Menengah dan Pendidikan Tinggi. Pendidikan Dasar terdiri
dari Sekolah Dasar dan Sekolab Menengah Tingkat Pertama.
Proses
pendidikan dari tiga bentuk pendidikan itu dipengaruhi oleh sistem politik
dan ekonomi. (Muhammad Dimyati, 1988 p, 163). Dengan adanya bermacam-macam
jenis politik dan bermacam-macam kondisi ekonomi maka arah proses
pendidikan akan bermacam-macam untuk masing-masing bentuk pendidikan yang
diselenggarakan oleh keluarga, pemerintah, lembaga keagamaan dan
lembaga-lembaga non-agama.
PERANAN
PENDIDIKAN DALAM MASYARAKAT
Sebagian
besar masyarakat
modern memandang lembaga-lembaga pendidikan sebagai peranan kunci
dalam mencapai tujuan
sosial Pemerintah bersama orang tua telah menyediakan anggaran
pendidikan yang diperlukan sceara besar-besaran untuk
kemajuan sosial dan pembangunan bangsa, untuk mempertahankan
nilai-nilai tradisional yang berupa nilai-nilai luhur yang harus
dilestarikan seperti rasa hormat kepada orang tua, kepada pemimpin
kewajiban untuk mematuhi hukum-hukum dan norma-norma yang berlaku, jiwa
patriotisme dan sebagainya. Pendidikan juga diharapkan untuk memupuk
rasa takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
meningkatkan kemajuan-kemajuan dan pembangunan politik, ekonomi,
sosial dan pertahanan keamanan. Pendek kata pendidikan dapat diharapkan
untuk mengembangkan wawasan anak terhadap ideologi, politik, ekonomi,
sosial, budaya dan pertahanan keamanan secara tepat dan benar, sehingga
membawa kemajuan pada individu masyarakat dan negara
untuk mencapai tujuan pembangunan nasional.
Berbicara tentang fungsi dan peranan pendidikan dalam masyarakat ada bermacam-macam pendapat, di bawah
ini disajikan tiga pendapat tentang fungsi pendidikan dalam masyarakat.
Wuradji (1988) menyatakan bahwa pendidikan sebagai lembaga
konservatif mempunyai fungsi-fungsi sebagai berikut: (1) Fungsi
sosialisasi, (2) Fungsi kontrol sosial, (3) Fungsi pelestarian budaya
Masyarakat, (4) Fungsi latihan dan pengembangan tenaga kerja, (5) Fungsi
seleksi dan alokasi, (6) Fungsi pendidikan dan perubahan sosial, (7)
Fungsi reproduksi budaya, (8) Fungsi difusi kultural, (9) Fungsi
peningkatan sosial, dan (10) Fungsi modifikasi sosial. ( Wuradji,
1988, p. 31-42).
Jeane H. Ballantine (1983) menyatakan bahwa fungsi pendidikan
dalam masyarakat itu sebagai berikut: (1) fungsi sosialisasi, (2) fungsi
seleksi, latihan dan alokasi, (3) fungsi inovasi dan perubahan sosial,
(4) fungsi pengembangan pribadi dan sosial (Jeanne H. Ballantine, 1983,
p. 5-7).
Meta Spencer dan Alec Inkeles (1982) menyatakan bahwa fungsi
pendidikan dalam masyarakat itu sebagai berikut: (1) memindahkan
nilai-nilai budaya, (2) nilai-nilai pengajaran, (3) peningkatan
mobilitas sosial, (4) fungsi stratifikasi, (5) latihan jabatan,
(6) mengembangkan dan memantapkan hubungan hubungan sosial (7) membentuk
semangat
kebangsaan, (8) pengasuh bayi.
Dari tiga pendapat tersebut di atas, tidak ada perbedaan tetapi
saling melengkapi antara pendapat yang satu dengan pendapat yang lain.
1) Fungsi Sosialisasi.
Di dalam masyarakat pra industri, generasi baru belajar mengikuti
pola perilaku generasi
sebelumnya tidak melalui lembaga-lembaga sekolah seperti sekarang
ini. Pada masyarakat pra industri tersebut anak belajar
dengan jalan mengikuti atau melibatkan diri dalam aktivitas
orang-orang yang telah lebih dewasa. Anak-anak mengamati apa yang mereka
lakukan, kemudian menirunya dan anak-anak belajar dengan berbuat atau
melakukan sesuatu sebagaimana dilakukan oleh orang-orang yang telah
dewasa. Untuk keperluan tersebut anak-anak
belajar bahasa atau simbol-simbol yang berlaku pada generasi tua,
menyesuai kan
diri dengan nilai-nilai yang berlaku, mengikuti pandangannya dan
memperoleh keterampilan-keterampilan tertentu yang semuanya diperoleh
lewat budaya masyarakatnya. Di dalam situasi seperti itu semua orang
dewasa
adalah guru, tempat di mana anak-anak meniru, mengikuti dan
berbuat seperti apa yang dilakukan oleh orang-orang yang lebih dewasa.
Mulai
dari permulaan, anak-anak telah dibiasakan berbuat sebagaimana
dilakukan oleh generasi yang lebih tua. Hal itu merupakan bagian
dari perjuangan hidupnya. Segala sesuatu yang dipelajari adalah
berguna dan berefek langsung bagi kehidupannya sehari-hari. Hal
ini semua bisa terjadi oleh karena budaya yang berlaku di dalam
masyarakat, di mana anak menjadi anggotanya, adalah bersifat stabil,
tidak berubah dan waktu ke waktu, dan statis.
Dengan semakin majunya masyarakat, pola budaya menjadi lebih
kompleks dan memiliki diferensiasi antara kelompok masyarakat yang satu
dengan yang lain, antara yang dianut oleh individu yang satu dengan
individu yang lain. Dengan perkataan lain masyarakat tersebut telah
mengalami perubahan-perubahan sosial. Ketentuan-ketentuan untuk berubah
ini sebagaimana telah disinggung di halaman-halaman situs web ini
sebelumnya, mengakibatkan terjadinya setiap transmisi budaya dan satu
generasi ke generasi berikutnya selalu menjumpai
permasalahan-permasalahan. Di dalam
suatu masyarakat sekolah telah melembaga demikian kuat, maka
sekolah menjadi sangat diperlukan bagi upaya menciptakan/melahirkan
nilai-nilai budaya
baru (cultural reproduction).
Dengan
berdasarkan pada proses reproduksi budaya tersebut, upaya mendidik
anak-anak untuk mencintai dan menghormati tatanan lembaga sosial dan
tradisi yang sudah mapan adalah menjadi tugas
dari sekolah. Termasuk di dalam lembaga-lembaga sosial tersebut
diantaranya adalah keluarga, lembaga keagamaan, lembaga
pemerintahan dan
lembaga-lembaga ekonomi. Di dalam permulaan masa-masa
pendidikannya, merupakan masa yang sangat penting bagi pembentukan dan
pengembangan pengadopsian nilai-nilai
ini. Masa-rnasa pembentukan dan pembangunan upaya pengadopsian ini
dilakukan sebelum anak-anak mampu memiliki kemampuan kritik dan
evaluasi secara rasional.
Sekolah-sekolah menjanjikan kepada anak-anak gambaran tentang apa
yang dicita-citakan oleh lembaga-lembaga sosialnya. Anak-anak didorong,
dibimbing dan diarahkan untuk mengikuti pola-pola prilaku orang-orang
dewasa melalui cara-cara ritual tertentu, melalui drama, tarian,
nyanyian dan sebagainya, yang semuanya itu merupakan ujud nyata
dari budaya masyarakat yang berlaku. Melalui cara-cara seperti itu
anak. anak dibiasakan untuk berlaku sopan terhadap orang tua, hormat
dan patuh terhadap norma-norma yang berlaku. Lembaga-lembaga agama
mengajarkan bagaimana penganutnya berbakti kepada Tuhannya
berdasarkan tata cara tertentu.
Lembaga-lembaga pemerintahan mengajarkan bagaimana anak kelak
apabila telah menjadi warga negara penuh, memenuhi kewajiban-kewajiban
negara,
memiliki jiwa patriotik dan memiliki kesadaran berwarga negara.
Semua ajaran dan pembiasaan tersebut pada permulaannya berlangsung
melalui proses emosional, bukan proses kognitif.
Dalam proses belajar untuk mengikuti pola acuan bagi tatanan
masyarakat yang telah mapan dan melembaga, anak-anak belajar untuk
menyesuaikan dengan nilai-nilai tradisional di mana institusi
tradisional tersebut dibangun. Keseluruhan proses di mana anak-anak
belajar mengikuti pola-pola dan
nilai-nilai budaya yang berlaku tersebut dinamakan proses
sosialisasi. Proses sosialisasi tersebut harus beijalan dengan wajar dan
mulus oleh karena kita semua mengetahui betapa pentingnya masa-masa
permulaan proses sosialisasi. Orang tua dan keluarga berharap sekolah
dapat melaksanakan proses
sosialisasi tersebut dengan baik. Dalam lembaga-lembaga ini
guru-guru di sekolah dipandang sebagai model dan dianggap dapat
mengemban amanat orang tua (keluarga dan masyarakat) agar anak-anak-
memahami dan
kemudian mengadopsi nilai-nilai budaya masyarakatnya. Willard
Waller dalam hubungan
ini menganggap sekolah, terutama di daerah-daerah pedesaan sebagai
museum yang menyimpan tentang nilai-nilai kebajikan
(mnuseum of virture) (Pardius and Parelius, 1978; p. 24). Dengan anggapan tersebut, masyarakat menginginkan sekolah beserta staf pengajarnya
harus mampu mengajarkan nilai-nilai kebajikan dari masyarakatnya (the old viture),
atau keseluruhan nilai-nilai yang diyakini dan menjadi anutan dan
pandangan masyarakatnya. Untuk memberikan pendidikan mengenai
kedisiplinan, rasa hormat dan patuh kepada pemimpin, kemauan kerja
keras, kehidupan bernegara dan kehidupan demokrasi,
menghormati, nilai-nilai perjuangan bangsa, rasa keadilan dan
persamaan, aturan-aturan hukum dan perundang-undangan dan sebagainya,
kiranya lembaga
utama yang paling berkompeten adalah lembaga pendidikan.
Sekolah mengemban tugas untuk melaksanakan upaya-upaya mengalihkan
nilai-nilai budaya masyarakat dengan mengajarkan nilai-nilai yang
menjadi
way of life masyarakat dan bangsanya. Untuk memenuhi
fungsi dan tugasnya tersebut sekolah menetapkan program dan kurikulum
pendidikan, beserta metode dan tekniknya secara paedagogis, agar proses
transmisi nilai-nilai tersebut berjalan lancar dan mulus.
Dalam hubungannya dengan transmisi nilai-nilai, terdapat beragam
budaya antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain, dan
antara negara yang satu dengan negara yang lain. Sebagai contoh
sekolah-sekolah keguruan di Uni Soviet dan Amerika. Di Uni Soviet
guru-guru
harus mengajarkan rasa solidaritas dan rasa tanggung jawab untuk
menyatu dengan kelompoknya dengan mengembangkan sistem kompetisi di
antara mereka. Sementara di
Amerika Serikat guru harus mengembangkan kemampuan untuk hidup
mandiri dan kemampuan bersaing dengan melakukan upaya-upaya kompetisi
penuh di antara siswa-siswa.
2) Fungsi kontrol sosial
Sekolah dalam menanamkan nilai-nilai dan loyalitas terhadap
tatanan tradisional masyarakat
harus juga berfungsi sebagai lembaga pelayanan sekolah untuk
melakukan mekanisme kontrol sosial. Durheim menjelaskan bahwa
petididikan moral dapat dipergunakan untuk menahan atau mengurangi
sifat-sifat egoisme pada anak-anak menjadi pribadi yang merupakan bagian
masyarakat yang integral di mana anak
harus memiliki kesadaran dan tanggung jawab sosial. (Jeane H.
Bellatine, 1983, p.8). Melalui pendidikan semacam
ini individu mengadopsi nilai-nilai sosial dan melakukan interaksi
nilai-niiai tersebut dalam kehidupannya
sehari-hari Selanjutnya sebagai individu sebagai anggota
masyarakat ia juga dituntut untuk memberi dukungan dan berusaha untuk
mempertahankan tatanan sosial yang berlaku.
Sekolah sebagai lembaga yang berfungsi untuk mempertahankan dan
mengembangkan tatanan-tatanan sosial serta kontrol sosial mempergunakan
program-program asimilasi dan nilai-nilai subgrup beraneka ragam, ke
dalam nilai-nilai yang dominan yang memiliki dan menjadi pola anutan
bagi sebagiai masyarakat.
Sekolah berfungsi untuk mempersatukan nilai-nilai dan pandangan
hidup etnik yang
beraneka ragam menjadi satu pandangan yang dapat diterima seluruh
etnik.
Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa sekolah berfungsi sebagai
alat pemersatu dan segala aliran dan pandangan hidup yang dianut oleh
para siswa. Sebagai contoh sekolah di Indonesia, sekolah harus
menanamkan nilai-nilai Pancasila yang dianut oleh bangsa dan negara
Indonesia kepada anak-anak di sekolah.
3) Fungsi pelestarian budaya masyarakat.
Sekolah di samping mempunyai tugas untuk mempersatu budaya-budaya etnik yang beraneka ragam juga
harus melestanikan nilai-nilai budaya daerah yang masih layak
dipertahankan seperti bahasa daerah, kesenian daerah, budi pekerti dan suatu upaya mendayagunakan sumber daya
lokal bagi kepentingan sekolah dan sebagainya.
Fungsi sekolah berkaitan dengan konservasi nilai-nilai budaya
daerah ini ada dua fungsi sekolah yaitu pertama sekolah digunakan
sebagai salah satu lembaga masyarakat untuk mempertahankan nilai-nilai
tradisional masyarakat
dari suatu masyarakat pada suatu daerah tertentu umpama sekolah di
Jawa Tengah, digunakan untuk mempertahankan nilai-nilai budaya Jawa
Tengah, sekolah di Jawa Barat untuk mempertahankan nilai-nilai budaya
Sunda, sekolah di
Sumatera Barat untuk mempertahankan nilai-nilai budaya Minangkabau
dan sebagainya dan kedua sekolah
mempunyai tugas untuk mempertahankan nilai-nilai budaya bangsa
dengan mempersatukan nilai-nilai yang ada yang beragam demi kepentingan
nasional.
Untuk memenuhi dua tuntutan itu maka perlu disusun kurikulum yang baku yang berlaku untuk semua daerah dan
kurikulum yang disesuaikan dengan kondisi dan nilai-nilai daerah tertentu.
Oleh karena itu sekolah harus menanamkan nilai-nilai yang dapat
menjadikan anak itu menjadi yang mencintai daerahnya dan mencintai
bangsa dan tanah airnya.
4) Fungsi seleksi, latihan dan pengembangan tenaga kerja.
Jika kita amati apa yang terjadi dalam masyarakat dalam rangka
menyiapkan tenaga kerja untuk suatu jabatan tertentu, maka di sana akan
terjadi tiga kegiatan yaitu kegiatan, latihan untuk suatu jabatan
dan pengembangan tenaga kerja tertentu.
Proses seleksi ini terjadi di segala bidang baik mau masuk sekolah
maupun mau masuk pada jabatan tertentu. Untuk masuk sekolah tertentu
harus mengikuti ujian tertentu, untuk masuk suatu jabatan tertentu
harus mengikuti testing kecakapan tertentu. Sebagai contoh untuk
dapat masuk pada suatu sekolah menengah tertentu
harus menyerahkan nllai EBTA Murni (NEM). Dan nilai NEM yang masuk
dipilih nilai NEM yang tinggi
dari nilai tertentu sampai nilai yang terendah. Jika bukan nilai
yang menjadi persyaratan yang ketat tetapi biaya
sekolah yang tak terjangkau untuk masuk sekolah tertentu. Oleh
karena itu anak yang nilainya
rendah dan ekonominya lemah tidak kebagian sekolah yang mutunya
tinggi. Demikian pula untuk memangku jabatan pada pekerjaan tertentu,
mereka yang
diharuskan mengikuti seleksi dengan berbagai cara yang tujuannya
untuk memperoleh tenaga kerja yang cakap dan terampil sesuai dengan
jabatan yang akan dipangkunya.
Sekolah sebagai lembaga yang berfungsi untuk latihan dan
pengembangan tenaga kerja mempunyai dua hal. Pertama sekolah digunakan
untuk menyiapkan tenaga kera profesional dalam bidang spesialisasi
tertentu. Untuk memenuhi
ini berbagai bidang studi dibuka untuk menyiapkan tenaga ahli dan
terampil dan berkemampuan yang tinggi dalam
bidangnya. Kedua dapat digunakan untuk memotivasi para pekerja
agar memiliki tanggung jawab terhadap kanier dan pekerjaan yang
dipangkunya.
Sekolah
mengajarkan bagaimanan menjadi seorang yang akan memangku jabatan tertentu,
patuh terhadap pimpinan, rasa tanggung jawab akan tugas, disiplin
mengerjakan tugas sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan. Sekolah juga
mendidik agar seseorang dapat menghargai harkat dan martabat manusia,
memperlakukan manusia sebagai manusia, dengan memperhatikan segala bakat
yang dimilikinya demi keberhasilan dalam tugasnya.
Sekolah
mempunyai fungsi pengajaran, latihan dan pendidikan. Fungsi pengajaran
untuk menyiapkan tenaga yang cakap dalam bidang keahlian yang ditekuninya.
Fungsi latihan untuk mendapatkan tenaga yang terampil sesuai dengan
bidangnya, sedang fungsi pendidikan untuk menyiapkan seorang pribadi yang
baik untuk menjadi seorang pekerja sesuai dengan bidangnya. Jadi fungsi
pendidikan ini merupakan pengembangan pribadi sosial.
5) Fungsi pendidikan
dan perubahan sosial.
Pendidikan mempunyai fungsi untuk mengadakan perubahan sosial
mempunyai fungsi (1) melakukan reproduksi budaya, (2) difusi budaya, (3)
mengembangkan analisis kultural terhadap kelembagaan-kelembagaan
tradisional, (4) melakukan perubahan-perubahan atau modifikasi tingkat
ekonomi sosial tradisional, dan (5) melakukan perubahan-perubahan yang
lebih mendasar terhadap institusi-institusi tradisional yang telah
ketinggalan.
Sekolah berfungsi sebagai reproduksi budaya menempatkan sekolah sebagai pusat penelitian dan pengembangan. Fungsi semacam
ini merupakan fungsi pada perguruan tinggi. Pada sekolah-sekolah yang lebih rendah, fungsi
ini tidak setinggi pada tingkat pendidikan tinggi.
Pada masa-masa proses industrialisasi dan modernisasi pendidikan
telah mengajarkan nilai-nilai serta kebiasaan-kebiasaan
baru, seperti orientasi ekonomi, orientasi kemandirian, mekanisme
kompetisi sehat, sikap kerja keras,
kesadaran akan kehidupan keluarga kecil, di mana nilai-nilai
tersebut semuanya sangat diperlukan bagi pembangunan ekonomi sosial
suatu bangsa. Usaha-usaha sekolah untuk mengajarkan sistem nilai dan
perspektif ilmiah dan rasional sebagai lawan dan nilai-nilai dan
pandangan hidup lama, pasrah dan menyerah
pada nasib, ketiadaan keberanian menanggung resiko, semua itu
telah diajarkan oleh sekolah sekolah
sejak proses modernisasi dari perubahan sosial Dengan menggunakan
cara-cara berpikir ilmiah, cara-cara analisis dan
pertimbangan-pertimbangan rasional serta kemampuan evaluasi yang kritis
orang akan cenderung berpikir objektif dan lebih berhasil dalam
menguasai alam sekitarnya.
Lembaga-lembaga pendidikan disamping berfungsi sebagai penghasil nilai-nilai budaya
baru juga berfungsi penghasil nilai-nilai budaya baru juga berfungsi sebagai difusi budaya
(cultural diffission). Kebijaksanaan-kebijaksanaan sosial
yang kemudian diambil tentu berdasarkan pada hasil budaya dan difusi
budaya. Sekolah-sekolah tersebut bukan hanya menyebarkan
penemuan-penemuan dan informasi-informasi
baru tetapi juga menanamkan sikap-sikap, nilai-nilai dan pandangan
hidup
baru yang semuanya itu dapat memberikan kemudahan-kemudahan serta
memberikan dorongan bagi terjadinya perubahan
sosial yang berkelanjutan.
Fungsi pendidikan dalam perubahan sosial dalam rangka meningkatkan
kemampuan analisis kritis berperan untuk menanamkan keyakinan-keyakinan
dan nilai-nilai
baru tentang cara berpikir manusia. Pendidikan dalam era abad
modern telah berhasil menciptakan generasi
baru dengan daya kreasi dan kemampuan berpikir kritis, sikap tidak
mudah menyerah
pada situasi yang ada dan diganti dengan sikap yang tanggap
terhadap perubahan. Cara-cara berpikir dan sikap-sikap tersebut akan
melepaskan diri dari ketergantungan dan kebiasaan berlindung pada
orang lain, terutama
pada mereka yang berkuasa. Pendidikan ini terutama diarahkan untuk
mempenoleh kemerdekaan politik, sosial dan ekonomi, seperti yang
diajukan oleh Paulo
Friere. Dalam banyak negara terutama negara-negara yang sudah
maju, pendidikan orang dewasa telah
dikembangkan sedemikian rupa sehingga masalah kemampuan kritis ini
telah berlangsung dengan sangat
intensif. Pendidikan semacam itu telah berhasil membuka mata
masyarakat terutama didaerah pedesaan dalam penerapan teknologi maju dan
penyebaran penemuan
baru lainnya.
Pengaruh dan upaya pengembangan berpikir kritis dapat memberikan
modifikasi (perubahan) hierarki sosial ekonomi. Oleh karena itu
pengembangan
berpikir knitis bukan saja efektif dalam pengembangan pnibadi
seperti sikap berpikir
kritis, juga berpengaruh terhadap penghargaan masyarakat akan
nilai-nilai manusiawi, perjuangan ke
arah persamaan hak-hak baik politik, sosial maupun ekonomi. Bila
dalam masyarakat tradisional lembaga-lembaga ekonomi dan sosial
didominasi oleh kaum bangsawan dan golongan elite yang berkuasa, maka
dengan semakin pesatnya proses
modernisasi tatanan-tatanan sosial ekonomi dan politik tersebut
diatur dengan pertimbangan dan penalaran-penalaran yang rasional.
Oleh karena itu timbullah lembaga-lembaga ekonomi, sosial dan
politik yang berasaskan keadilan, pemerataan dan persamaan. Adanya
strata sosial dapat terjadi sepanjang diperoleh melalui cara-cara
objektif dan keterbukaan, misalnya
dalam bentuk mobilitas vertikal yang kompetitif.
6) Fungsi Sekolah dalam Masyarakat
DI muka telah dibicarakan tentang adanya tiga bentuk pendidikan
yaitu pendidikan formal, pendidikan informal dan pendidikan nonformal.
Pendidikan formal disebut juga sekolah. Oleh karena itu sekolah bukan
satu-satunya lembaga yang menyelenggarakan pendidikan tetapi masih ada
lembaga-lembaga lain yang juga
menyelenggarakan pendidikan. Sekolah sebagai penyelenggara
pendidikan mempunyai dua fungsi yaitu (1) sebagai partner masyarakat dan
(2) sebagai penghasil tenaga kerja. Sekolah sebagai partner masyarakat
akan dipengaruhi oleh
corak pengalaman seseorang di dalam lingkungan masyarakat.
Pengalarnan pada berbagai kelompok masyarakat, jenis bacaan, tontonan
serta aktivitas-aktivitas lainnya dalam masyarakat dapat mempengaruhi
fungsi pendidikan yang dimainkan oleh
sekolah. Sekolah juga berkepentingan terhadap perubahan lingkungan
seseorang di dalam masyarakat. Perubahan lingkungan itu antara lain
dapat dilakukan melalui
fungsi layanan bimbingan, penyediaan forum komunikasi antara
sekolah dengan lembaga sosial lain dalam masyarakat. Sebaliknya
partisipasi sadar seseorang untuk selalu
belajar dari lingkungan masyarakat, sedikit banyak juga
dipengaruhi oleh tugas-tugas belajar serta pengarahan belajar yang
dilaksanakan di
sekolah.
Fungsi sekolah sebagai partner masyarakat akan dipengaruhi pula
oleh sedikit banyaknya serta fungsional tidaknya pendayagunaan
sumber-sumber belajar di masyarakat. Kekayaan sumber belajar dalam
masyarakat seperti
adanya orang-orang sumber, perpustakaan, museum, surat kabar,
majalah dan sebagainya dapat digunakan
oleh sekolah dalam menunaikan fungsi pendidikan.
Sebagai produser kebutuhan pendidikan masyarakat sekolah dan
masyarakat
memiliki ikatan hubungan rasional di antara keduanya. Pertama,
adanya kesesuaian antara fungsi pendidikan yang dimainkan oleh
sekolah dengan apa yang dibutuhkan masyarakat. Kedua, ketepatan
sasaran atau target pendidikan yang ditangani oleh lembaga persekolahan
akan ditentukan pula o!eh
kejelasan perumusan kontrak antara sekolah selaku pelayan dengan
masyarakat selaku pemesan. Ketiga, keberhasilan penunaian fungsi sekolah
sebagai layanan pesanan masyarakat sebagian akan dipengaruhi
oleh ikatan objektif di antara keduanya.
Ikatan objektif ini dapat berupa perhatian, penghargaan dan
tunjangan tertentu seperti dana, fasilitas dan jaminan objektif
lainnya yang memberikan makna penting eksistensi dan produk
sekolahan.
sumber :http://pakguruonline.pendidikan.net/buku_tua_pakguru_dasar_kpdd_152.html